Dasar ide dari teori identitas sosial adalah bahwa category sosial
(contoh: nasionalis, affiliasi politik, organisasi, kelompok kerja) dengan
salah satunya dan yang lainnya merasa memiliki, memberikan sebuah definisi
siapa yang berada dalam istilah dari mendefinisikan karekteristik kategori—sebuah
definisi diri sendiri yang terpisah dari konsep diri sendiri. Orang-orang memiliki
kumpulan sandiwara dari kategori keanggotaannya yang berlainan yang relative keseluruhannya
penting di dalam konsep diri (self concept).[1]
Kita masing-masing mengembangkan identitas pribadi yang didasarkan
pada sifat tertentu dan sejarah hidup yang unik. Tapi kita juga mengembangkan identitas
sosial (social identity) yang didasarkan pada kelompok di mana kita
bergabung, termasuk di dalamnya adalah bangsa kita, kelompok agama, politik,
mauoun kelompok pekerjaan tertentu (Brewer &Gardner, 1996; Tajfel &
Turner, 1986). Identitas sosial sangat penting karena mereka memberi kita
perasaan bahwa kita akan merasa seperti
kelereng yang menggelinding bebas, dan tanpa saling terkait antara satu
dengan yang lain dalam sebuah semesta. Terasa menyenangkan untuk menjadi bagian
dari sebuah “kelompok.” Tetapi apakah ini berarti kebanyakan dari kita harus
secara otomatis merasa lebih hebat dari “mereka”?.[2] Identitas
sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan kita dalam suatu kelompok
kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain adalah umur, gender, kerja, agama,
kelas sosial, tempat dan seterusnya. Identitas sosial merupakan identitas yang
diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam waktu lama. Kita dapat
membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain melalui kelompok umur, lalu
kita menetapkan ciri-ciri perilaku mereka berdasarkan usia tua atau muda. Kita mengatakan
orang-orang muda umumnya bernafsu besar, cepat marah, tidak hati-hati, kurang
sabar; sebaliknya orang tua lebih sabar, lebih bijaksana, dan lebih lambat.[3]
Deaux (1991) menyatakan bahwa identitas sosial memiliki dua dimensi
yang berbeda, yaitu voluntary-involuntary, dan desirable-undesirable.
Voluntary identity adalah satu yang dapat kita pilih, sementara involuntary
identity adalah satu yang tidak mempunyai keleluasaan untuk memilih. Diserable
identities adalah sesuatu yang kita piker positif, dan undiserable
identities adalah sesuatu yang kita pikir negative. Identitas sosial kita relative konsisten
dari waktu ke waktu (Deaux, 1991).[4] Identitas
sosial itu sendiri didefinisikan Billig sebagai sebuah proses yang mengikatkan
individu pada kelompoknya dan yang menyebabkan individu menyadari diri
sosialnya (social self). Identitas sosial adalah suatu proses, bukan
tindakan atau perilaku. Proses itu tidak terjadi pada tingkat individu, tetapi
individu merupakan begian dari proses tersebut. Dalam prose situ ada objek dan
subjek identifikasi karena identifikasi selalu membutuhkan sesuatu untuk
diidentifikasikan (Marga, kampus). Antara subjek dan subjek lain atau objek
yang diidentifikasikan ada hubungan dialektika. Subjek di sini adalah agen yang
aktif, tidak pasif. Sifat dialektik itu menyebabkan proses identitas sosial
terkait dengan waktu dan sejarah. Hubungan dengan waktu dan kaitan dengan
sejarah kemungkinan srabilitas, tetapi juga perubahan sosial.[5] Identitas
sosial adalah analisis sosial psikologis dari peran konsep diri di dalam
anggota kelompok, proses-proses kelompok, dan relasi antar kelompok. Hal ini
merangkul banyak konsep yang saling terkait dan sub teori-teori yang focus pada
sosial kognitif, motivasi, hubungan sosial dan aspek makro sosial dari
kehidupan kelompok. Pendekatannya terbingkai secara explicit oleh keyakinan
bahwa fenomena kolektif tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam masalah
proses individu yang terisolasi atau interaksi yang terjadi didalam diri
sendiri dan bahwa psikologi sosial dapat berada di fenomena sosial yang
bersekala besar dekat dengan agenda ilmiah besar.[6]
Dasar ide dari teori identitas sosial adalah bahwa category sosial
(contoh: nasionalis, affiliasi politik, organisasi, kelompok kerja) dengan
salah satunya dan yang lainnya merasa memiliki, memberikan sebuah definisi
siapa yang berada dalam istilah dari mendefinisikan karekteristik kategori—sebuah
definisi diri sendiri yang terpisah dari konsep diri sendiri. Orang-orang memiliki
kumpulan sandiwara dari kategori keanggotaannya yang berlainan yang relative keseluruhannya
penting di dalam konsep diri (self concept).[7]
[1] Michael
A. Hogg & Deborah J Terry, Social Identity Processes in Organizational
Contexts, (Bing hamton: Psychology Press, 2001), hlm 3.
[2] Carole
Wade & Calor Tavris, Psikologi: Edisi Kesembilan,alih bahasa Padang
Mursalin (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm 309.
[3] Prof.
Dr. Alo Liliweri, M.S, Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm 43.
[4] Dra.
Tuti Widiastuti, “Menggagas Komunikasi Antar Budaya Dlam Keberagaman”, dalam
jurnal Komunika, Vol. 8 No. 2, (Tahun 2005), hlm 17.
[5] Sarito
Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm 22.
[6] Peter
J. Burke, Contemporary Social Psychological Theories, (California:
Stanford University Press, 2006), hlm 111.
[7] Michael
A. Hogg & Deborah J Terry, Social Identity Processes in Organizational
Contexts, (Bing hamton: Psychology Press, 2001), hlm 3.
0 komentar:
Post a Comment