NORMA-NORMA
Hukum secara umum dipandang sebagai norma, yakni norma yang mengandung nilai-nilai tertentu. Nanum, hukum tidak terbatas dalam pengertian sebagai norma, itu berarti hukum tidak seluruhnya identik dengan norma.
Norma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku, dengan begitu norma hukum hanyalah sebagian sekian banyak pedoman tingkah laku.[37] Diluar norma hukum, terdapat norma lain. purbacaraka dan soekanto menyebutkan ada empat norma, yaotu norma kepercayaan, kesusilaan, sopan santun dan hukum. Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataanya belum dapat memberikan perlindungan yang memuaskan, sehingga diperlukan norma keempat, yaitu norma hukum. Perlindungan yang diberikan oleh norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan dengan norma-norma yang lain, tidak lain karena pelaksanaan norma hukum itu dapat dipaksakan. Apabila tidak dilaksanaan, pada prinsipnya erat hubungan antara hukum dan kekuasaan itu.[38]
Hukum menitik beratkan kepada pengaturan askpek manusia sebagai makhuk sosial dan aspek lahiriah manusia. Dilihat dari segi tujuannya, norma hukum diadakan dalam rangka mempertahankan bentuk kehidupan masyarakat sebagai moodus survifal.
1. Norma kepercayaan/agama
Apabila hukum menitikberatkan pengaturan kepada aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia, tidak demikian dengan norma agama. Norma agama bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai makhluk individu dan aspek batiniah manusia.norma ini mengatue=r antara individu manusia sebagai suatu ciptaan dengan sang khalik sebagai pencipta. Agama ada dalam rangka memelihara rohani manusia secara pribadi agara berkenan kepada yang maha kuasa, manusia harus menjauhi larangan dan melakukan perintah yang ditetapkan oleh yang maha kuasa melalui kitab sucu masing-masing agama. Ketaatan terhadap norma agama terbentuk karena iman, oleh karena itu tanpa adanya iman idak mungkin ada ketaatan, bahkan norma agama itu sendiri tidak ada.[39]
2. Norma kesusilaan/moral
Sebagaimana norma agama, moral hadir sebagai petunjuk bagi individu. Sebagai produk budaya yang melekat pada diri manusia, moral menghendaki manusia berbudi pekerti luhur dan berbuat kebajikan. Dalam hal demikian, secara jelas moral dapat dibedakan dari hukum. Hukum tidak pernah menuntut orang berbuat kebajikan atau dermawan.
Sebagai contoh tentang hukum tidak pernah menuntut orang untuk berbuat kebajikan atau dermawan, merupakan kejanggalan dan bertentangan dengan eksistensi hukum itu sendiri manakala ada ketentuan hukum yang mewajibkan orang-orang yang mempunyai kualifikasi tertentu untuk mendonorkan salah satu matanya bagi pemimpin yang buta atas dasar mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan bangsa. Tentu saja tidak akan sebuah hukum akan menetapkan peraturan seperti itu. Moral mungkin saja mendorong individu untuk mendonorkan matanya kepada penguasaanya yang buta, yang dengan berbuat demikian si donatur mata tersebut telah berkorban bagi bangsanya.
3. Norma Etika Tingkah Laku/Sopansantun
Jika agama dan moral lebih menitikberatkan kepada aspek manusia sebagai individu dan aspek batiniah manusia, etika tingkah laku sebagaimana hukum menitik beratkan kepada pengaturan aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Namun demikian antara hukum dan etika tingkah laku terdapat juga perbedaan.
Aturan tingkah laku adalah aturan-aturan tidak tertulis yang dikembangkan oleh suatu komunitas tertentu mengenai bagaimana seharusnya anggota-anggotanya komunitas untuk bertingkah laku. Sebagaimana hukum, etika tingkah laku diadakan dalam rangka pengaturan aspek manusia sebagai mahkluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Norma ini hanya mengikat pada kkomunitas itu sendiri, sehingga norma ini tidak dilaksanakan oleh negara. Pelanggaran dari norma kesopanan ini akan mendapat sanksi dari komunitasnya yang berupa celaan, cemoohan, pengucilan, bahkan mungkin pemboikotan.
4. Norma Hukum
Norma hukum ialah peraturan yang dibuat oleh negara dan berlakunya dipertahankan dengan paksaan oleh alat-alat negara seperti, polisi, jaksa, hakim, dan sebagainya.[40] Tanpa adanya norma hukum, norma yang lainnya tidak akan efektif. Sifat norma hukum yang tidak dimiliki oleh norma hukum yang lain adalah sifatnya yang memaksa dan memiliki sanksi yang tegas dalam bentuk hukuman. Norma hukum bersifat lahiriah tidak bersifat batiniah, artinya kondisi batin seseorang tidak akan dikenai tindakan hukum. Sebagai contoh seorang yang mempunyai angan-angan memiliki jabatan dari posisi bosnya, dia menginginkan untuk membunuhnya untuk mendapatkan posisi itu, selama tindakan lahiriah yaitu membunuh belum dilakukan, maka hukum belum berlaku untuk mengfonis bahwa dia bersalah, sekalipun batinnya menginginkan membunuhnya.
Selain hukum itu memaksa dan tidak bersifat batiniah, dalam hukum ada istilah hak, hak ini tidak dimiliki oleh norma-norma lainnya. Sedangkan norma-norma yang lainnya mempunyai sifat sebagai tempatnya kewajiban-kewajiban.
[37] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. dan DR. Shidarta, S.H., M.Hum., Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 13.
[38] Ibid.
[39] Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki, SH.,MS.,LL.M., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Kencana Perdana Media Group, 2008 hal 89-96.
[40] Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakart: Teras, 2009, hal 11.
Hukum secara umum dipandang sebagai norma, yakni norma yang mengandung nilai-nilai tertentu. Nanum, hukum tidak terbatas dalam pengertian sebagai norma, itu berarti hukum tidak seluruhnya identik dengan norma.
Norma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku, dengan begitu norma hukum hanyalah sebagian sekian banyak pedoman tingkah laku.[37] Diluar norma hukum, terdapat norma lain. purbacaraka dan soekanto menyebutkan ada empat norma, yaotu norma kepercayaan, kesusilaan, sopan santun dan hukum. Tiga norma yang disebutkan dimuka dalam kenyataanya belum dapat memberikan perlindungan yang memuaskan, sehingga diperlukan norma keempat, yaitu norma hukum. Perlindungan yang diberikan oleh norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan dengan norma-norma yang lain, tidak lain karena pelaksanaan norma hukum itu dapat dipaksakan. Apabila tidak dilaksanaan, pada prinsipnya erat hubungan antara hukum dan kekuasaan itu.[38]
Hukum menitik beratkan kepada pengaturan askpek manusia sebagai makhuk sosial dan aspek lahiriah manusia. Dilihat dari segi tujuannya, norma hukum diadakan dalam rangka mempertahankan bentuk kehidupan masyarakat sebagai moodus survifal.
1. Norma kepercayaan/agama
Apabila hukum menitikberatkan pengaturan kepada aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia, tidak demikian dengan norma agama. Norma agama bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai makhluk individu dan aspek batiniah manusia.norma ini mengatue=r antara individu manusia sebagai suatu ciptaan dengan sang khalik sebagai pencipta. Agama ada dalam rangka memelihara rohani manusia secara pribadi agara berkenan kepada yang maha kuasa, manusia harus menjauhi larangan dan melakukan perintah yang ditetapkan oleh yang maha kuasa melalui kitab sucu masing-masing agama. Ketaatan terhadap norma agama terbentuk karena iman, oleh karena itu tanpa adanya iman idak mungkin ada ketaatan, bahkan norma agama itu sendiri tidak ada.[39]
2. Norma kesusilaan/moral
Sebagaimana norma agama, moral hadir sebagai petunjuk bagi individu. Sebagai produk budaya yang melekat pada diri manusia, moral menghendaki manusia berbudi pekerti luhur dan berbuat kebajikan. Dalam hal demikian, secara jelas moral dapat dibedakan dari hukum. Hukum tidak pernah menuntut orang berbuat kebajikan atau dermawan.
Sebagai contoh tentang hukum tidak pernah menuntut orang untuk berbuat kebajikan atau dermawan, merupakan kejanggalan dan bertentangan dengan eksistensi hukum itu sendiri manakala ada ketentuan hukum yang mewajibkan orang-orang yang mempunyai kualifikasi tertentu untuk mendonorkan salah satu matanya bagi pemimpin yang buta atas dasar mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan bangsa. Tentu saja tidak akan sebuah hukum akan menetapkan peraturan seperti itu. Moral mungkin saja mendorong individu untuk mendonorkan matanya kepada penguasaanya yang buta, yang dengan berbuat demikian si donatur mata tersebut telah berkorban bagi bangsanya.
3. Norma Etika Tingkah Laku/Sopansantun
Jika agama dan moral lebih menitikberatkan kepada aspek manusia sebagai individu dan aspek batiniah manusia, etika tingkah laku sebagaimana hukum menitik beratkan kepada pengaturan aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Namun demikian antara hukum dan etika tingkah laku terdapat juga perbedaan.
Aturan tingkah laku adalah aturan-aturan tidak tertulis yang dikembangkan oleh suatu komunitas tertentu mengenai bagaimana seharusnya anggota-anggotanya komunitas untuk bertingkah laku. Sebagaimana hukum, etika tingkah laku diadakan dalam rangka pengaturan aspek manusia sebagai mahkluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Norma ini hanya mengikat pada kkomunitas itu sendiri, sehingga norma ini tidak dilaksanakan oleh negara. Pelanggaran dari norma kesopanan ini akan mendapat sanksi dari komunitasnya yang berupa celaan, cemoohan, pengucilan, bahkan mungkin pemboikotan.
4. Norma Hukum
Norma hukum ialah peraturan yang dibuat oleh negara dan berlakunya dipertahankan dengan paksaan oleh alat-alat negara seperti, polisi, jaksa, hakim, dan sebagainya.[40] Tanpa adanya norma hukum, norma yang lainnya tidak akan efektif. Sifat norma hukum yang tidak dimiliki oleh norma hukum yang lain adalah sifatnya yang memaksa dan memiliki sanksi yang tegas dalam bentuk hukuman. Norma hukum bersifat lahiriah tidak bersifat batiniah, artinya kondisi batin seseorang tidak akan dikenai tindakan hukum. Sebagai contoh seorang yang mempunyai angan-angan memiliki jabatan dari posisi bosnya, dia menginginkan untuk membunuhnya untuk mendapatkan posisi itu, selama tindakan lahiriah yaitu membunuh belum dilakukan, maka hukum belum berlaku untuk mengfonis bahwa dia bersalah, sekalipun batinnya menginginkan membunuhnya.
Selain hukum itu memaksa dan tidak bersifat batiniah, dalam hukum ada istilah hak, hak ini tidak dimiliki oleh norma-norma lainnya. Sedangkan norma-norma yang lainnya mempunyai sifat sebagai tempatnya kewajiban-kewajiban.
[37] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. dan DR. Shidarta, S.H., M.Hum., Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 13.
[38] Ibid.
[39] Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki, SH.,MS.,LL.M., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:Kencana Perdana Media Group, 2008 hal 89-96.
[40] Budi Ruhiatudin, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakart: Teras, 2009, hal 11.
0 komentar:
Post a Comment