PENGERTIAN POLITIK
Menurut Gilchrist kata politik berasal dari bahasa Yunani polis yang hanya diartikan sebagai kota atau Negara kota. Dari kata polis ini, kemudian dirutunkan kata-kata lain seperti polites (warga Negara) dan techne untuk kemahiran politik serta politike episteme untuk Ilmu Politik. Kemudian orang Romawi mengambil perkataan Yunani itu dan menamakan pengetahuan orang tentang Negara (pemerintahan) sebagai arspolitica, artinya kemahiran (kunst) tentang masalah-masalah kenegaraan.[1]
Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga Negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.[2]
Pengertian politik dikemukakan secara berbeda-beda oleh para ahli. Batasan paling klasik disampaikan oleh Lasswell (1958), yang menyatakan bahwa “politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana”. Sedangkan Easton (1953) menyatakan bahwa “politik adalah pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang”. Dahl (1963) menyatakan, “politik sering diartikan sebagai kekuasaan dan pemegang kekuasaan”. Politik, menurut Banfield (1961) adalah “pengaruh”, atau menurut Weinstein (1971) “politik adalah tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas tindakan lainnya”. Menurut Bentley (1967) politik juga mencakup sesuatu yang dilakukan orang, atau politik adalah “kegiatan”. Sedangkan Nimmo mengartikan “politik sebagai kegiatan yang secara kolektif mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial”.[3
Dari berbagai kepustakaan ilmu plitik disimpulkan ada tiga cara yang pernah digunakan untuk menjelaskan pengertian politik. Pertama, mengidentifikasikan ketegori-kategori aktivitas yang membentuk politik. Dalam hal ini, Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Kedua, menyusun suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja yang dapat dikategorikan sebagai politik. Dalam kaitan ini, Harold Lasswell merumuskan politik sebagai “siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana”. Ketiga, menyusun daftar pertanyaan yang harus dijawab untuk memahami politik.[4]
[1] Semma Mansyur, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik, (Jakarta: OBOR, 2008), hlm 89.
[2] Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm 137.
[3] Zen Fathurin, NU Politik: Analisis Wacana Media, (Yogyakarta: LkiS, 2004), hlm 64-65.
[4] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hlm 1.
Menurut Gilchrist kata politik berasal dari bahasa Yunani polis yang hanya diartikan sebagai kota atau Negara kota. Dari kata polis ini, kemudian dirutunkan kata-kata lain seperti polites (warga Negara) dan techne untuk kemahiran politik serta politike episteme untuk Ilmu Politik. Kemudian orang Romawi mengambil perkataan Yunani itu dan menamakan pengetahuan orang tentang Negara (pemerintahan) sebagai arspolitica, artinya kemahiran (kunst) tentang masalah-masalah kenegaraan.[1]
Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga Negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.[2]
Pengertian politik dikemukakan secara berbeda-beda oleh para ahli. Batasan paling klasik disampaikan oleh Lasswell (1958), yang menyatakan bahwa “politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana”. Sedangkan Easton (1953) menyatakan bahwa “politik adalah pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang”. Dahl (1963) menyatakan, “politik sering diartikan sebagai kekuasaan dan pemegang kekuasaan”. Politik, menurut Banfield (1961) adalah “pengaruh”, atau menurut Weinstein (1971) “politik adalah tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas tindakan lainnya”. Menurut Bentley (1967) politik juga mencakup sesuatu yang dilakukan orang, atau politik adalah “kegiatan”. Sedangkan Nimmo mengartikan “politik sebagai kegiatan yang secara kolektif mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial”.[3
Dari berbagai kepustakaan ilmu plitik disimpulkan ada tiga cara yang pernah digunakan untuk menjelaskan pengertian politik. Pertama, mengidentifikasikan ketegori-kategori aktivitas yang membentuk politik. Dalam hal ini, Paul Conn menganggap konflik sebagai esensi politik. Kedua, menyusun suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja yang dapat dikategorikan sebagai politik. Dalam kaitan ini, Harold Lasswell merumuskan politik sebagai “siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana”. Ketiga, menyusun daftar pertanyaan yang harus dijawab untuk memahami politik.[4]
[1] Semma Mansyur, Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik, (Jakarta: OBOR, 2008), hlm 89.
[2] Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm 137.
[3] Zen Fathurin, NU Politik: Analisis Wacana Media, (Yogyakarta: LkiS, 2004), hlm 64-65.
[4] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), hlm 1.
Blogger Comment
Facebook Comment