Kata “pledoi”
berasal dari bahasa Belanda, yaitu Pleidooi yang artinya pembelaan
(Subekti, kamus Hukum, 1973). pledoi merupakan upaya terkahir dari
seorang terdakwa atau pembela dalam rangka mempertahankan hak-hak dari
kliennya, membela kebenaran yang diyakininya, sesuai bukti-bukti yang terungkap
dalam persidangan. Upaya terakhir maksudnya, uapaya dari terdakwa/pembela dalam
persidangan perkara tersebut, sebelum dijatuhkan putusan oleh Pengadilan
Negeri.[1]
Sebuah pembelaan
pada dasarnya dilakukan oleh tergugat sendiri dengan menolak, menyanggah, dan
melakukan perlawanan di muka persidangan. Namun tidak jarang tergugat di
pengadilan akan diwakilkan dan diurus oleh pengacara segala kepentingan
tergugat di pengadilan akan diwakilkan dan diurus oleh pengacara sebagaimana
yang diperjanjikan dalam surat kuasa.[2]
pledoi merupakan
sebuah instrumen yang sangat penting dari pekerjaan seorang (lawyer) dalam
mendampingi seorang terdakwa dalam persidangan. Dengan kedududkannya yang
penting itu, bagaimanakah cara menyusun dan apa isi sebuah pledoi? KUHAP
sendiri tidak mengatur secara terperinci terhadap apa yang disebut dengan
pembelaan (pledoi), termasuk tidak memberikan pengertian terhadap apa yang
disebut dengan pembelaan (pledoi) itu sendiri.[3]
Menyusun
pembelaan perkara pidana, dalam menyusun surat pembelaan atau Pledoi kita harus
melikat struktur sistematika Pledoi.
1.
Bab Eksepsi;
2.
Bab Pendahuluan;
3.
Bab Tinjauan atas Dakwaan;
4.
Bab Fakta-fakta yang Terungkap dalam
Persidangan;
5.
Bab Tinjauan Yuridis;
6.
Bab Fakta-fakta yang Terungkap dalam Persidangan
kalau Dihubung-kan dengan Dakwaan dan Tuntutan;
7.
Bab Tinjauan Terhadap Tuntutan;
8.
Bab Penutupan/Kesimpulan.[4]
[2] Badriyah Harun, Tata Cara Menghadapai
Gugatan, cet. ke-1 (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hlm 30.
[3] http://boyyendratamin.blogspot.com/2011/11/teknik-menyusun-pledoi.html,
diakses pada 5 Juni 2014.
[4] Jeremias Lemek, Penuntun Praktis Membuat
Pledoi, Hlm 18.
0 komentar:
Post a Comment