Sejarah Ilmu Kalam

A. Sejarah lahirnya Ilmu Kalam

Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya. Karena itu ia sering diterjemahkan sebagai Teologia, sekalipun sebenarnya tidak seluruhnya sama dengan pengertian Teologia dalam agama Kristen, misalnya. (Dalam pengertian Teologia dalam agama kristen, Ilmu Fiqh akan termasuk Teologia). Karena itu sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia dialektis atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu disiplin yang sangat khas Islam.

Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul [Kepercayaan]), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan [Tuhan]), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama). Di negeri kita, terutama seperti yang terdapat dalam sistem pengajaran madrasah dan pesantren, kajian tentang Ilmu Kalam merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Ditunjukkan oleh namanya sendiri dalam sebutan-sebutan lain tersebut di atas, Ilmu Kalam menjadi tumpuan pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Karena itu, tujuan pengajaran Ilmu Kalam di madrasah dan pesantren ialah untuk menanamkan paham keagamaan yang benar. Maka dari itu pendekatannya pun biasanya doktrin, seringkali juga dogmatis[1].

Dari segi bahasa, istilah kalam berarti al-qaul (pembicaraan). Namun dalam tradisi keilmuan, Wolfson, berpendapat bahwa istilah ini dipakai sebagai terjemahan kata logos, yakni fikiran yanng terkandung dan menjadi dasar bagi suatu perkataan, pembicaraan, dan argumen. Pendapat Wolfson ini sebenarnya telah menggambarkan ajaran dasar Islam tentang penggunaan pikiran, baik secara badani dan bataini. Jika dalam aspek malan badani, rumusan berdasarkan pada penggunaan pikiran dan pemahaman mendalam yang di sebut al-fiqh, dalam aspek batini, argumen yang digunakan juga berdasar pada pikiran disebut Kalam[2].

Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan
dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu ‘aqa’id, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang
lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran. Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah.


B. Asal-usul Ilmu kalam

Dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-kalam yang menunjukkan suatu ilmu berdiri sendiri, sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari perkataan al-kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud. Kemudian dipakai untuk menujukkan salah satu sifat tuhan yaitu, sifat berbicara (berkata : al-nutqu). Dalam al-qur’an banyak kita dapati perkataan kalammullah, seperti dalam ayat 6 Qs Al-bara’ah, Qs al-baqarah ayat 75 dan ayat 253 dan Qs An-nisa’ ayat 164

Perkataan al-kalam untuk menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang kita kenal sekarang, untuk pertama kalinya al-kalam dipakai pada masa abbasiyah atau tegasnya pada masa khalifah al-ma’mun. Sebelum masa tersebut, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam disebut al-fiqhu fiddyn sebagai imbangan terhadap al-fiqhu fil ilmii yang diartikan ilmu hukum (ilmu al-qonunn) mereka berkata: al-fiqhu fiddyn afdollu minnal fiqhi fil-ilmii.

Assyihristani berkata sebagi berikut: “setelah ulama Mu’tazillah mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan pada masa Al-ma’mun, mereka mempertemukan cara atau sistem filsafat dengan sistem kalam dan dijadikan ilmu yang berdiri sendiri dan dinamakannya ilmu kalam sejak itu dipakailah perkataan al-kalam sebagai ilmu.


C. Sebab dinamakannya Ilmu Kalam:

1. Persolan terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan Hijriyah.

2. Dasar ilmu kalam yakni dalil-dalil dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan para mutakallimin.

3. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat.

Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Tauhid. Arti Tauhid ialah percaya kepada tuhan yang maha Esa (meng-Esakan Tuhan), tidak ada sekutu bagi-Nya. Ilmu Kalam dinamakan ilmu tauhid karena tujuannya adalah menetapkan ke-Esaan Allah dalam dzat dan perbuatannya dalam menjadikan alam semesta, dan hanya Ialah yang menjadikan tujuan terakhir alaam ini.


D. Sebab-sebab lahirya ilmu kalam

Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa nabi Muhammad s.a.w, maupun pada masa sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru di kenak pada masa berikutnya, setelah ilmu-ilmu ke-islaman yang lain satu persatu muncul dan setelah orang banyak membicarakan tentang kepercayaan alam gaib (meetafisika). Kita tidak akan dapat memahami persoalan-persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya, kejadian-kejadian politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya. Faktor penyebabnya itu dibagi menjadi dua bagian yaitu:


A. Fakor penyebab dari dalam

1. Qur’an sendiri disamping ajakanya kepadatauhid dan mempercayai tentang kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa nabi Muhammad s.a.w, yang memounyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya ,antara lain;

a) golongan yang mengingkari agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah wakttu saja.

b) Golongan-golongan syirik,yang menyembah selain Allah.

c) Golongn-golongan yang tidak percaya akan ke-utusan Nabi-nabi dan tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti.

d) Golongan yang menyatakan bahwasemua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan Tuhan semuanya dengan tidak ada campurtangan manusia.

Tuhan membantah alasan-alasan dan perkataan-perkataan mereka semua dan juga dan juga memerinyahkan nabi Muhammad saw., untuk tetap menjalankan dakwahnya sambil menghadapi alasan-alasan yang tidak percaya dengan cara yang halus. Firman Allah ; “ajaklah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat-nasehat yang baik dan bantahlah mereka itu dengan jalan yang lebih baik”.(an-Nahl: 125).


Adanya golongan-golongan tersebut disamping adanya perintah tuhan dalam ayat ini, sudah tentu membuka jalan bagi kaum muslim untuk mengemukakan alasan-alasan kebenaran ajaran-ajaran agamanya disamping menunjukkan kesalahan-kesalahan golongan-golongan yang menentang kepercayaan-kepercayaan itu, dan dari kumpulan alasan-alasan itulah berdiri ilmu kalam.

2. Ketika kaum Muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk islam, mereka mulai tentram dan tenang pikirannya, disamping melimpahnya rizqi. Disinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang bertentangan. Sesudah itu datanglah fase penyelidikan dan pemikiran yang membicarakan soal agama secara filosofis. Disinilah kaum muslimin mulai menggunakan filsafat untuk memperkuat alasannya.

3. Sebab yang ketiga ialah soal-soal politik. Contoh yang tepat untuk soal ini adalah soal khilafat (pimpinan pemerintahan negara). Sebenarnya soal khilafat itu adalah soal politik. Agama tidak mengharuskan kaum muslimin mengambil bentuk khilafat tertentu, tetapi hanya memberikan dasar yang umum, yaitu kepentingan umum. Wakil-wakil umat bisa mengadakan peraturan-peraturan cara pemilihan orang yang bisa mewujudkan kepentingan umum itu. Kalau terjadi perselisihan dalam soal ini, maka perselisihan itu semata-mata adalah persoalan politik[3].


B. Faktor penyebab dari luar

1. Banyak diantara pemeluk-pemeluk islam yang mula-mula beragama yahudi,masehi,dan lain-lain. Bahkan diantara mereka ada yang sudah pernah menjadi ulamanya.

2. Golongan islam yang dulu terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatian untuk penyiaran islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi islam. Mereka tidak akan bisa memusuhi lawan-lawannya,kalau mereka itu sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan tersebut beserta dalil-dalilnya.

3. Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut,para mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsfat terutama bagi ketuhanan[4].


E. Aliran-aliran Dalam Ilmu Kalam:
Mu’tazillah

Nama mu’tazillah bukanlah ciptaan orang-orang mu’tazillah sendiri, tetapi diberikan oleh orang lain. Orang-orang mu’tazillah menamakan dirinya ahli keadillan dan keesaan (ahlul adli wad tauhid). Pendiri mu’tazillah adalah Abu Huzdaifah Washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Timbul pada zaman khalifah abdul malik bin Marwan dan anaknya Hisyam Ibnu Abdul Malik. Dinamakan golongan mu’tazillah karena Washil memisahkan diri dari gurunya yang bernama Al-Hasan Al-Bishry karena berbeda pendapat tentang masalah orang islam yang melakukan maksiat dan dosa besar, yang mati sebelum bertaubat.
Syi’ah

Syi’ah berdiri dari golongan umat islam yang mengagungkan keturunan-keturunan nabi untuk menjadi khalifah setelah kewafatan nabi. Golongan ini berpendapat bahwa Ali bin Abi Thaliblah yang berhak memegang jabatan sebagai Khalifah setelah nabi. Apabila ada seseorang yang mengakui khalifah selain dari keturunan sayyidina Ali berrati mereka merampas hak kekuasaan. Dan kekhalifahannya tidak sah. Dan Ali bin Thalib lah yang mewarisi segala pengetahuan yang ada pada nabi, juga manusia yang memiliki ciri-ciri keistimewaan.
Jabariyah

Golongan ini lahir di Khurosan, di pimpin oleh Al- Jahm bin Shafwan mereka berfaham, bahwa hidup manusia ini sudah ditentukan Allah. Segela gerak-geriknya semata-mata dijadikan oleh Tuhan dan manusia tidak dapat berusaha dan menggerakkan dirinya sendiri. Mereka juga menafikkan sifat-sifat Allah Swt.” Kita tidak boleh mensifati Allah Swt, dengan suatu sifat yang bersamaan dengan sifat-sifat yang terdapat pada makhluknya”. Pemimpin golongan ini terbunuh di Khurosan.
Khawarij

Berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar atau meninggalkan kewajiban-kewajiban yang mati sebelum bertaubat maka orang itu dihukumi keluar dari islam dan menjadi kafir, jadi mereka abadi di dalam neraka.
Murji’ah

Mereka berpendirian bahwa kemaksiatan tidalah membinasakan ke imanan atau tidak memberi bekas terhadap keimanan seseorang. Sebagaimana ketaatan tidak memberi bekas kepada orang yang kafir.


Penutup

Alhamdulillahirabbil’alamin atas Rahmat Allah SWT serta Hidayah-Nya,kami semua dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan sungguh-sungguh dan keikhlasan hati. Semoga dengan adanya makalah ini yang membahas sedikit tentang Sejarah lahirnya Ilmu Kalam dapat menjawab atau memecahkan persoalan yang menjadi menu pembahasan makalah ini.

Dan kami selalu mengharap akan bimbingan para dosen dalam menyempurnakan makalah-makalah selanjutnya. Dan tidak lupa pula kami harapkan akan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca,pembimbing kami dan juga selalu mensuport kami dalam menyelesaikan mata kuliah yang lain. Kami semua mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Dan kami selalu mengharap ampunan/magfirah Allah atas kekhilafan dan kesalahan.


Daftar Pustaka

Hanafi, A. 1982. Teologi Islam (Ilmu Kalam).Jakarta:N.V. Bulan Bintang.
Haq, Hamka. 2010. Aspek Teologis Konsep dalam dalam Kitab al-Muwafaqat. Jakarta: Erlangga.
Majid , Nurkholis.ISLAM Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Penerbit Yayasan Paramadina.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam (Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan). Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Pres)



[1] Blog paramadina. Nur khalid madjid. Doktrin agama dan peradaban. tgl 15
[2] Hamka Haq.Al-Syatibhi (Aspek Teologis Konsep Maslahah dalam kitab al-Muwafaqat).2007, Halaman 29
[3] Ahmad hanafi. Theology Islam (Ilmu kalam).jakarta,1982. Halaman 16
[4] Ibid.halaman
Share on Google Plus

About CeritakanSaja

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: