SEJARAH PPATK
PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang (money laundering).
Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK.[1]
Pada tanggal 18 Juni 2001 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001.tentang Know Your Customer yang mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan identifikasi nasabah, memantau profil transaksi dan mendeteksi asal-usul dana. Berdasarkan PBI ini Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan disampaikan ke Bank Indonesia dan dilakukan analisis oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan (UKIP) Bank Indonesia.[2]
Sejak bulan Juni 2001 Indonesia bersama sejumlah negara lain dinilai kurang kooperatif dan dimasukkan ke dalam daftar Non Cooperative Countries and Territories oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).Predikat sebagai NCCTs diberikan kepada suatu negara atau teritori yang dianggap tidak mau bekerja sama dalam upaya global memerangi kejahatan money laundering.Pada bulan Oktober 2001 FATF mengeluarkan 8 Special Recommendations untuk memerangi pendanaan terorisme atau yang dikenal dengan counter terrorist financing.[3]
Pada tahun 2003 terjadi perubahan terhadap Undang-undang No. 15 Tahun 2002 dengan disahkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2003. Undang-undang ini berkaitan tentang Tidak Pidana Pencucian uang.[4]
Sedangkan pemerintah RI pertama mengangkat Dr. Yunus Husein dan Dr. I Gde Made Sadguna sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK pada bulan Oktober 2002 berdasarkan Keputusan Presiden No. 201/M/2002.Selanjutnya pada tanggal 24 Desember 2002 keduanya mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung RI.[5]
Pada tanggal 13 Oktober 2003, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 mengalami perubahan dengan disahkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2003.
PPATK diresmikan oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Oktober 2003, dan mulai saat itu PPATK telah beroperasi secara penuh dan berkantor di Gedung Bank Indonesia.[6]
a. Visi[7]
Menjadi Lembaga Independen di Bidang Informasi Intelijen Keuangan yang Berperan Aktif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
b. Misi[8]
1. Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor.
2. Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi.
3. Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah.
4. Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
5. Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien.
a. Fungsi PPATK
Fungsi PPATK adalah sebagai berikut:[9]
a. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain
b. Tugas
Tugas PPATK adalah sebagai berikut:[10]
1. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK.
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan.
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan.
4. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK.
5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan.
6. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
7. Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan.
8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
9. Memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan
c. Wewenang
PPATK mempunyai wewenang sebagai berikut:[11]
1. Meminta dan menerima laporan dari PJK.
2. Meminta informasi mengenai perkembangan, penyidikan atau penuntutan tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum.
3. Melakukan Audit terhadap PJK mengenai kepatuhan kewajiban sesuai ketentuan UU ini dan pedoman pelaporan transaksi keuangan.
4. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan sesuai dengan Pasal 13 ayat 1 huruf b.
a. Dasar Hukum
1. Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(Pasal 92 (1) Untuk meningkatkan koordinasi antarlembaga terkait dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang, dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(2) Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dengan Peraturan Presiden.)[12]
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. TugasKomite TPPU
(Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012)
Mengoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (Pasal 3 Komite TPPU bertugas mengoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.)[13]
c. FungsiKomite TPPU
(Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komite TPPU melaksanakan fungsi:[14]
1. Perumusan arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
2. Pengoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
3. Pengoordinasian langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang termasuk pendanaan terorisme; dan
4. Pemantauan dan evaluasi atas penanganan serta pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan dan strategi pencegahan dan pemberantasa tindak pidana pencucian uang.
d. KeanggotaanKomite TPPU[15]
(Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012)
1. Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan.
2. Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
3. Sekretaris : Kepala Pusat Pelaporan dan Anggota Analisis Transaksi Keuangan.
Anggota :
a. Gubernur Bank Indonesia;
b. Menteri Keuangan;
c. Menteri Luar Negeri;
d. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. Menteri Dalam Negeri;
f. Jaksa Agung;
g. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. Kepala Badan Intelijen Negara;
i. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
j. Kepala Badan Narkotika Nasional.
a. Undang-Undang[16]
Dalam tugasnya sebagai PPATK, PPATK berlandasakan kepada peraturan:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011
tentang "Transfer Dana"
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
tentang "Otoritas Jasa Keuangan"
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang "Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang"
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009
tentang "Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisasi
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2008
tentang "Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana"
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006
tentang "Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003"
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006
tentang "Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana"
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
tentang "Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia"
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003
tentang "Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang"
10. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002
tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme"
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
tentang "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi"
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001
tentang "Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Indoensia dengan Pemerintah Hong Kong untuk penyerahan Pelanggar Hukum yang melarikan diri"
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000
tentang "Pengesahan Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak"
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang "Kehutanan"
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi"
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang "Perlindungan Konsumen"
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
tentang "Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat"
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999
tentang "Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Australia mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana"
b. PeraturanPemerintah[17]
1. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003
tentang "Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang"
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003
tentang "Tata Cara Perlindungan Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme"
c. KeputusanPresiden[18]
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
tentang "Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Asia Pasific Group on Money Laundering"
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
tentang "Penetapan keanggotaan Indonesia pada Egmont Group"
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004
tentang "Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang"
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2003
tentang "Susunan dan Organisasi Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2003
tentang "Perubahan kedua atas Keputusan Presiden nomor 177 tahun 1999 tentang Komite Kebijakan Sektor Keuangan"
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang "Pembentukan Badan Restrukturisasi Utang Luar Negeri Perusahaan Indonesia"
d. Per/KepKepalaPPATK[19]
1. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-09/1.02.2/PPATK/09/12
tentang "Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai Bagi Penyedia Jasa Keuangan"
2. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.2/PPATK/09/12
tentang "Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus"
3. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02/PPATK/09/12
tentang "Transaksi Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Pelaporan"
4. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-03/1.02.1/PPATK/03/2012
tentang "Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi di Bidang Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi"
5. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-14/1.02.1/PPATK/10/2011
tentang "Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Pergadaian"
6. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya
7. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang "Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya"
8. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang "Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Pos"
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor:PER-07/1.02/PPATK/12/10
tentang "Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan"
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor:PER-01/1.02/PPATK/01/10
tentang "Keterbukaan Informasi Publik"
11. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-5/1.01/PPATK/04/09
tentang "Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran"
12. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-47/1.02/PPATK/06/2008
tentang "Pedoman Identifikasi Produk, Nasabah, Usaha dan Negara yang beresiko tinggi bagi Penyedia Jasa Keuangan "
13. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-13/1.02.2/PPATK/02/08
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme Bagi Penyedia Jasa Keuangan"
14. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-1/1.01/PPATK/01/08
tentang "Pedoman Good Governance Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"
15. Keputusan Kepala PPATK Nomor:3/1/KEP.PPATK/2004
tentang "Pedoman Laporan Transksi Tunai dan Tata Cara Pelaporannya bagi Penyedia Jasa Keuangan"
16. Keputusan Kepala PPATK Nomor:3/9/KEP.PPATK/2004
tentang "Transaksi Keuangan Tunai yang Dikecualikan dari Kewajiban Pelaporan"
17. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-2/5/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan mencurigakan bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang"
18. Keputusan Kepala PPATK Nomor:2/4/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi keuangan mencurigakan Bagi Penyedia Jasa keuangan"
19. Keputusan Kepala PPATK Nomor:2/1/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi penyedia Jasa Keuangan"
e. Peraturan Lain[20]
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/20/PBI/2010
tentang "Penerapan Program Anti Pencucian uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah"
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/28/PBI/2009
tentang "Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum"
3. Surat Keputusan bersama Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Gubernur Bank Indonesia
No. KEP-902/A/J.A/12/2004
No.POL : SKep/924/XII/2004
No. 6/91/KEP.GBI/2004
tentang "Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan"
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: 17 Tahun 2005
tentang "Tatacara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang"
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/1/PBI/2004
tentang "Pedagang Valuta Asing"
6. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: V.D.10
tentang "Prinsip Mengenal Nasabah"
7. Peraturan Ketua Bapepam
8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 45/KMK.06/2003
tentang "Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank"
9. Keputusan Menteri Keuangan
Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor merupakan front liner yang memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU). Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi pihak pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan dan pelaporan oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen risiko, untuk mencegah digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran pencucian uang oleh nasabah/pihak pengguna jasa.Dalam hal ini, menghindarkan diri bagi PJK dan PBJ terhadap resiko reputasi, resiko operasional, resiko hukum dan resiko konsentrasi.[21]
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 3, PPATK berwenang:[22]
1. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
2. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang;
3. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
4. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
5. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
6. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan
PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang (money laundering).
Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK.[1]
Pada tanggal 18 Juni 2001 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001.tentang Know Your Customer yang mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan identifikasi nasabah, memantau profil transaksi dan mendeteksi asal-usul dana. Berdasarkan PBI ini Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan disampaikan ke Bank Indonesia dan dilakukan analisis oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan (UKIP) Bank Indonesia.[2]
Sejak bulan Juni 2001 Indonesia bersama sejumlah negara lain dinilai kurang kooperatif dan dimasukkan ke dalam daftar Non Cooperative Countries and Territories oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).Predikat sebagai NCCTs diberikan kepada suatu negara atau teritori yang dianggap tidak mau bekerja sama dalam upaya global memerangi kejahatan money laundering.Pada bulan Oktober 2001 FATF mengeluarkan 8 Special Recommendations untuk memerangi pendanaan terorisme atau yang dikenal dengan counter terrorist financing.[3]
Pada tahun 2003 terjadi perubahan terhadap Undang-undang No. 15 Tahun 2002 dengan disahkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2003. Undang-undang ini berkaitan tentang Tidak Pidana Pencucian uang.[4]
Sedangkan pemerintah RI pertama mengangkat Dr. Yunus Husein dan Dr. I Gde Made Sadguna sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK pada bulan Oktober 2002 berdasarkan Keputusan Presiden No. 201/M/2002.Selanjutnya pada tanggal 24 Desember 2002 keduanya mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung RI.[5]
Pada tanggal 13 Oktober 2003, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 mengalami perubahan dengan disahkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2003.
PPATK diresmikan oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Oktober 2003, dan mulai saat itu PPATK telah beroperasi secara penuh dan berkantor di Gedung Bank Indonesia.[6]
VISI DAN MISI PPATK
a. Visi[7]
Menjadi Lembaga Independen di Bidang Informasi Intelijen Keuangan yang Berperan Aktif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
b. Misi[8]
1. Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor.
2. Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi.
3. Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah.
4. Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
5. Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien.
FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG PPATK
a. Fungsi PPATK
Fungsi PPATK adalah sebagai berikut:[9]
a. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain
b. Tugas
Tugas PPATK adalah sebagai berikut:[10]
1. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK.
2. Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan.
3. Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan.
4. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK.
5. Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan.
6. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
7. Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan.
8. Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
9. Memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan
c. Wewenang
PPATK mempunyai wewenang sebagai berikut:[11]
1. Meminta dan menerima laporan dari PJK.
2. Meminta informasi mengenai perkembangan, penyidikan atau penuntutan tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum.
3. Melakukan Audit terhadap PJK mengenai kepatuhan kewajiban sesuai ketentuan UU ini dan pedoman pelaporan transaksi keuangan.
4. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan sesuai dengan Pasal 13 ayat 1 huruf b.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
a. Dasar Hukum
1. Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(Pasal 92 (1) Untuk meningkatkan koordinasi antarlembaga terkait dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang, dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(2) Pembentukan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dengan Peraturan Presiden.)[12]
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. TugasKomite TPPU
(Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012)
Mengoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (Pasal 3 Komite TPPU bertugas mengoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.)[13]
c. FungsiKomite TPPU
(Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2012)
Dalam melaksanakan tugasnya, Komite TPPU melaksanakan fungsi:[14]
1. Perumusan arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
2. Pengoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
3. Pengoordinasian langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang termasuk pendanaan terorisme; dan
4. Pemantauan dan evaluasi atas penanganan serta pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan dan strategi pencegahan dan pemberantasa tindak pidana pencucian uang.
d. KeanggotaanKomite TPPU[15]
(Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012)
1. Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan.
2. Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
3. Sekretaris : Kepala Pusat Pelaporan dan Anggota Analisis Transaksi Keuangan.
Anggota :
a. Gubernur Bank Indonesia;
b. Menteri Keuangan;
c. Menteri Luar Negeri;
d. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. Menteri Dalam Negeri;
f. Jaksa Agung;
g. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
h. Kepala Badan Intelijen Negara;
i. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
j. Kepala Badan Narkotika Nasional.
PERATURAN
a. Undang-Undang[16]
Dalam tugasnya sebagai PPATK, PPATK berlandasakan kepada peraturan:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011
tentang "Transfer Dana"
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011
tentang "Otoritas Jasa Keuangan"
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang "Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang"
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009
tentang "Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional yang terorganisasi
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2008
tentang "Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana"
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006
tentang "Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003"
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006
tentang "Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana"
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
tentang "Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia"
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003
tentang "Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang"
10. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002
tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme"
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001
tentang "Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi"
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001
tentang "Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Indoensia dengan Pemerintah Hong Kong untuk penyerahan Pelanggar Hukum yang melarikan diri"
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000
tentang "Pengesahan Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak"
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang "Kehutanan"
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi"
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang "Perlindungan Konsumen"
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
tentang "Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat"
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999
tentang "Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Australia mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana"
b. PeraturanPemerintah[17]
1. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003
tentang "Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang"
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003
tentang "Tata Cara Perlindungan Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme"
c. KeputusanPresiden[18]
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
tentang "Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Asia Pasific Group on Money Laundering"
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
tentang "Penetapan keanggotaan Indonesia pada Egmont Group"
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004
tentang "Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang"
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2003
tentang "Susunan dan Organisasi Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2003
tentang "Perubahan kedua atas Keputusan Presiden nomor 177 tahun 1999 tentang Komite Kebijakan Sektor Keuangan"
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang "Pembentukan Badan Restrukturisasi Utang Luar Negeri Perusahaan Indonesia"
d. Per/KepKepalaPPATK[19]
1. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-09/1.02.2/PPATK/09/12
tentang "Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai Bagi Penyedia Jasa Keuangan"
2. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.2/PPATK/09/12
tentang "Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan dan Audit Khusus"
3. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02/PPATK/09/12
tentang "Transaksi Keuangan Tunai Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Pelaporan"
4. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-03/1.02.1/PPATK/03/2012
tentang "Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi di Bidang Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi"
5. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-14/1.02.1/PPATK/10/2011
tentang "Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Pergadaian"
6. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya
7. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang "Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya"
8. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-11/1.02.1/PPATK/09/2011
tentang "Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Pos"
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor:PER-07/1.02/PPATK/12/10
tentang "Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan"
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor:PER-01/1.02/PPATK/01/10
tentang "Keterbukaan Informasi Publik"
11. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-5/1.01/PPATK/04/09
tentang "Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran"
12. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-47/1.02/PPATK/06/2008
tentang "Pedoman Identifikasi Produk, Nasabah, Usaha dan Negara yang beresiko tinggi bagi Penyedia Jasa Keuangan "
13. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-13/1.02.2/PPATK/02/08
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Pendanaan Terorisme Bagi Penyedia Jasa Keuangan"
14. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-1/1.01/PPATK/01/08
tentang "Pedoman Good Governance Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan"
15. Keputusan Kepala PPATK Nomor:3/1/KEP.PPATK/2004
tentang "Pedoman Laporan Transksi Tunai dan Tata Cara Pelaporannya bagi Penyedia Jasa Keuangan"
16. Keputusan Kepala PPATK Nomor:3/9/KEP.PPATK/2004
tentang "Transaksi Keuangan Tunai yang Dikecualikan dari Kewajiban Pelaporan"
17. Keputusan Kepala PPATK Nomor:KEP-2/5/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan mencurigakan bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman Uang"
18. Keputusan Kepala PPATK Nomor:2/4/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Identifikasi Transaksi keuangan mencurigakan Bagi Penyedia Jasa keuangan"
19. Keputusan Kepala PPATK Nomor:2/1/KEP.PPATK/2003
tentang "Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi penyedia Jasa Keuangan"
e. Peraturan Lain[20]
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/20/PBI/2010
tentang "Penerapan Program Anti Pencucian uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah"
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 11/28/PBI/2009
tentang "Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum"
3. Surat Keputusan bersama Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Gubernur Bank Indonesia
No. KEP-902/A/J.A/12/2004
No.POL : SKep/924/XII/2004
No. 6/91/KEP.GBI/2004
tentang "Kerjasama Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan"
4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: 17 Tahun 2005
tentang "Tatacara Pemberian Perlindungan Khusus Terhadap Pelapor dan Saksi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang"
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/1/PBI/2004
tentang "Pedagang Valuta Asing"
6. Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: V.D.10
tentang "Prinsip Mengenal Nasabah"
7. Peraturan Ketua Bapepam
8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 45/KMK.06/2003
tentang "Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank"
9. Keputusan Menteri Keuangan
Urgensi dan Tata Cara Pelaporan
Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor merupakan front liner yang memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU). Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi pihak pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan dan pelaporan oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen risiko, untuk mencegah digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran pencucian uang oleh nasabah/pihak pengguna jasa.Dalam hal ini, menghindarkan diri bagi PJK dan PBJ terhadap resiko reputasi, resiko operasional, resiko hukum dan resiko konsentrasi.[21]
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 3, PPATK berwenang:[22]
1. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
2. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang;
3. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
4. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
5. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
6. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan
7. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
a. Umum
Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU UU PPTPPU meliputi :[23]
a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), dan
1. Bank
2. Perusahaan Pembiayaan
3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi
4. Dana Pensiun Lmebaga Keuangan
5. Perusahaan Efek
6. Manajer Investasi
7. Kustodian
8. Wali Amanat
9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro
10. Pedagang Valuta Asing
11. Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
12. Pemyelenggara e-money atau e-wallet
13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam
14. Pegadaian
15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau
16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang
b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ)[24]
1. Perusahaan property/agen property
2. Pedagang kendaraan bermotor
3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai
4. Pedagang barang seni dan antic
5. Balai lelang
Pihak Pelapor sebagaimana di atas dapat diperluas dengan Peraturan Pemerintah.
b. Jenis Pelaporan
Berdasarkan Pasal 23 UU TPPU Penyedia Jasa Keuangan (PJK) diwajibkan menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:[25]
a. Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM)
Pengertian TKM meliputi :
1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasaldari hasil tindak pidana.
b. Transaksi Keuangan Tunai (TKT)
Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja
c. Transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri (belum diatur lebih lanjut)
Bagi Penyedia Barang dan Jasa (PBJ), berdasarkan Pasal 27 UU TPPU, diwajibkan menyampaikan laporan transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa dengan nilai paling sedikit atau setara Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK.
TATA CARA PELAPORAN
Pelaksanaan kewajiban pelaporan LTKM wajib dilakukan secara elektronis (melalui aplikasi GRIPS). Namun dalam kondisi pelaksanaan kewajiban pelaporan LTKM dapat dilakukan secara non-elektronis, yakni dilakukan dalam hal:[26]
a. fasilitas komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan laporan TKM secara elektronis belum tersedia di daerah tempat kedudukan PJK;
b. fasilitas komunikasi yang dimiliki PJK mengalami gangguan teknis;
c. keadaan yang secara nyata menyebabkan PJK tidak dapat menyampaikan laporan secara elektronis (force majeur);
d. PJK baru beroperasi kurang dari 2 (dua) bulan; dan/atau
e. sistem pelaporan di PPATK mengalami kerusakan dan/atau gangguan
Keterangan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian pelaporan LTKM secara elektronis maupun non-elektronis, dapat dilihat pada Peraturan KepalaNo. PER-07/1.02/PPATK/12/10 tentang Tata Cara Penyampaian LTKM bagi PJK dan Peraturan Kepala No. PER-12/1.02.1/PPATK/09/11 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya
Pelaporan oleh kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pengadaian, dan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi, tata cara penyampaian laporan LTKM akan ditetapkan 1 (satu) tahun setelah Peraturan Kepala No. 07/1.02/PPATK/12/10 berlaku.
Pelaporan LTKT dapat dilakukan secara online (melalui sistem TRACES) atau dengan pelaporan secara manual dengan menggunakan formulir LTKT.
[1]Ahmad I. Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), Hal 663.
[2] Sejarah PPATK, http://www.ppatk.go.id/pages/view/13, Akses 21 Desember 2012.
[3]Ibid Sejarah PPATK,…13,…
[4]Topo Santoso, Rosalita Chandra dkk, Panduan Investigasi dan Penuntutan dengan pendekatan Hukum Terpadu, (Bogor: CIFOR, 2011) Hal 90.
[5]Opcit,Sejarah PPATK,… 13,…
[6]Ibid. sejarah PPATK,… 13,…
[7]Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan, www.ppatk.go.id/pages/view/12, Akses 21 Desember 2012.
[8]Ibid. Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan,…12…
[9]Ibid. Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan,…12…
[10]Ahmad I. Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah,…hal 663
[11] Ketut Rindjin, Etika Bisnis dan Implementasinya, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), Hal 132.
[12]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,PDF, www.bpkp.go.id/uu/filedownload/5/91/2073.bpkp, Akses 21 Desember 2012.
[13]Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012, PDF, www.bpkp.go.id/uu/filedownload/5/91/2073.bpkp, ,Akses 21 Desember 2012.
[14]Komite Koordinasi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Tppu, http://www.ppatk.go.id/pages/view/94, Akses 21 Desember 2012.
[15]Ibid, Komite Koordinasi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Tppu,…
[16] Undang-Undanag, http://www.ppatk.go.id/pages/view/17, Akses 21 Desember 2012.
[17] Peraturan Pemerintah, http://www.ppatk.go.id/pages/view/18, Akses 21 Desember 2012.
[18] Keputusan Presiden, http://www.ppatk.go.id/pages/view/20, Akses 21 Desember 2012.
[19] Per/Kep Kepala PPAK, http://www.ppatk.go.id/pages/view/21, Akses 21 Desember 2012.
[20] Peraturan Lain, http://www.ppatk.go.id/pages/view/22, Akses 21 Desember 2012.
[21] Pengantar, http://www.ppatk.go.id/pages/view/23, Akses 21 Desember 2012.
[22]Topo Santoso, Rosalita Chandra dkk, Panduan Investigasi dan Penuntutan dengan pendekatan Hukum Terpadu, Hal 68.
[23]Opcit, Pengantar…
[24]Ibid, Pengantar…
[25]Ibid, Pengantar…
[26]Ibid, Pengantar…
Blogger Comment
Facebook Comment