Fenomena konflik yang terjadi di Indonesia
Salahsatu pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh para pemimpin, manajer dan administrator-bahkan setiap warga Negara-adalah konflik dan manajemen konflik. Para pemimpin politik menggunakan minimal 25% dari waktunya untuk menghadapai dan memanajemen konflik. Pada kurun waktu 2008 sampai awal 2009, dinegara-negara yang bergejolak- seperti Irak, Afganistan, Pakistan, dan Palestina, tiada hari tanpa konflik. Demikian juga, di seluruh Indonesia, banyak terjadi konflik dalam kurun waktu tersebut.
Menurut Alice Pescuric (Shari Caudron, 1998) menejemen konflik merupakan urutan ke-7 dari 10 Prioritas kegiatan seorang manajer dalam memimpin perusahaannya. Dalam melaksanakan tugas, mereka pasti menghadapi konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara pemimpin dan para pengikutnya; konflik di antara para pengikutnya; konflik diantara para pengikutnya; dan konflik antara anggota organisasi dan pihak diluar organisasi. Minimal 20% dari waktu manajer digunakan untuk menyelesaikan konflik (Susan Meyer, 2004). Waktu untuk menyelesaikan konflik akan meningkat jika buruh perusahaan melakukan mogok kerja. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan untuk menajemen konflik, mereka tidak akan mampu menyelesaikan konflik yang mereka hadapi. Konflik dapat bersifat disfungsional, yaitu berkembang dari konflik konstruktif menjadi konflik destruktif yang akan menghambat pencapaian tujuan organisasi.
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia mempunyai perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Dari sini, ada benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik. Konflik selalu terjadi di dunia, dalam sistem sosial yang bernama Negara, bangsa, organisasi, perusahaan, dan bahkan dalam sistem sosial terkecil yang bernama keluarga dan pertemanan. Konflik terjadi dimasa lalu, sekarang dan pasti akan terjadi dimasa yang akan datang.
Sejumlah tokoh memulai karirnya sebagai pemimpin politik dengan menciptakan konflik untuk menciptakan perubahan. Kemudian, mereka memanajemen konflik dengan baik dan menggerakkan para pengikutnya untuk menghancurkan rezim yang berkuasa dan menggantinya dengan rezim baru. Sebagai contoh, Mahatma Gandhi, Adolf Hilter, Jenderal Franco, Fidel Castro, dan Muamar Khadafi memulai kepemimpinannya dengan menciptakan konflik dengan penguasa sebelum mereka. Demikian juga, sebelum dan sesudah menjadi presiden, Bung Karno menghadapi banyak konflik. Soeharto sebelum memimpin Orde Baru menciptakan konflik dengan rezim pemerintahan sebelumnya yang disebut dengan Orde Lama. Akan tetapi, pada akhirnya dia lengser keprabon karena tidak berhasil memanajemen konflik yang terjadi pada awal reformasi tahun 1998. Upayanya untuk menjadi pandito juga tidak berhasil kerena sampai akhir hayatnya ia selalu diguncang konflik oleh sebagian rakyat yang merasakan penderitaan karena tirani pada masa kepemimpinnanya.
Kualitas dan kuantitas konflik yang terjadi di Indonesia pada masa mendatang cenderung meningkat. Kecenderungan ini pertama karena berkembangnya masyarakat madai atau masyarakat sipil. Masyarakat sipil memperdayakan warga Negara terhadap pemerintah. Warga Negara bukan lagi objek pemerintah, tetapi subjek yang harus menentukan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah ada untuk melayani warga Negara, bukan warga Negara untuk melayani pemerintah. Sering kali terjadi ketimpangan antara kehendak rakyat dan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang terpilih. Ketimpangan ini menyebabkan terjadinya konflik antara rakyat dan pemerintah.
Masyarakat madani menciptakan berbagai lembaga swadaya msayarakat (LSM) atau non-government organization (NGO) yang berupaya membela korban pelanggaran hak-hak asasi anggota nasyarajat oleh pemerintah dan oleh kelompok anggota masyarakat lainnya. LSM juga memperjuangkan konservasi lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat yang sering mengalami konflik dengan perusahaan dan pemerintah. Meskipun demikan, selain LSM yang didirikan untuk membela hak asasi masyarakat, ada juga LSM yang didirikan sebagai alat untuk menghidupi para pengurusnya, dengan mengumpulkan berbagai bantuan dana, baik dalam maupun dari luar negeri.
Konflik juga cenderung meningkat karena masyarakat Indonesia belum siap untuk berdemokrasi. Pemilihan langsung presiden, anggota dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia, dan dewan perwakilan rakyat daerah, gubernur, bupati, dan walikota sering menimbulkan konflik. Kandidat yang kalah dalam pemilihan langsung, menyatakan pemilihan tidak dilakukan secara jujur dan adil, ataupun menyaratakan adanya kecurangan dalam pemilihan. Pemimpin seperti ini menggerahkan pendukungnya untuk berdemonstrasi yang sering bersifat destruktif. Masa kandidat yang kalah dapat berhadapan dengan massa kandidat yang menang atau aparat kepolisian sehingga terjadi konflik fisik. Penyebab konflik horizontal ini karena sebagian pemimpin dan para pengikut bulum siap untuk menerima kekalahan dalam pemilihan langsung.
Lanjutka halaman
Salahsatu pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh para pemimpin, manajer dan administrator-bahkan setiap warga Negara-adalah konflik dan manajemen konflik. Para pemimpin politik menggunakan minimal 25% dari waktunya untuk menghadapai dan memanajemen konflik. Pada kurun waktu 2008 sampai awal 2009, dinegara-negara yang bergejolak- seperti Irak, Afganistan, Pakistan, dan Palestina, tiada hari tanpa konflik. Demikian juga, di seluruh Indonesia, banyak terjadi konflik dalam kurun waktu tersebut.
Menurut Alice Pescuric (Shari Caudron, 1998) menejemen konflik merupakan urutan ke-7 dari 10 Prioritas kegiatan seorang manajer dalam memimpin perusahaannya. Dalam melaksanakan tugas, mereka pasti menghadapi konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara pemimpin dan para pengikutnya; konflik di antara para pengikutnya; konflik diantara para pengikutnya; dan konflik antara anggota organisasi dan pihak diluar organisasi. Minimal 20% dari waktu manajer digunakan untuk menyelesaikan konflik (Susan Meyer, 2004). Waktu untuk menyelesaikan konflik akan meningkat jika buruh perusahaan melakukan mogok kerja. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan untuk menajemen konflik, mereka tidak akan mampu menyelesaikan konflik yang mereka hadapi. Konflik dapat bersifat disfungsional, yaitu berkembang dari konflik konstruktif menjadi konflik destruktif yang akan menghambat pencapaian tujuan organisasi.
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia mempunyai perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Dari sini, ada benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik. Konflik selalu terjadi di dunia, dalam sistem sosial yang bernama Negara, bangsa, organisasi, perusahaan, dan bahkan dalam sistem sosial terkecil yang bernama keluarga dan pertemanan. Konflik terjadi dimasa lalu, sekarang dan pasti akan terjadi dimasa yang akan datang.
Sejumlah tokoh memulai karirnya sebagai pemimpin politik dengan menciptakan konflik untuk menciptakan perubahan. Kemudian, mereka memanajemen konflik dengan baik dan menggerakkan para pengikutnya untuk menghancurkan rezim yang berkuasa dan menggantinya dengan rezim baru. Sebagai contoh, Mahatma Gandhi, Adolf Hilter, Jenderal Franco, Fidel Castro, dan Muamar Khadafi memulai kepemimpinannya dengan menciptakan konflik dengan penguasa sebelum mereka. Demikian juga, sebelum dan sesudah menjadi presiden, Bung Karno menghadapi banyak konflik. Soeharto sebelum memimpin Orde Baru menciptakan konflik dengan rezim pemerintahan sebelumnya yang disebut dengan Orde Lama. Akan tetapi, pada akhirnya dia lengser keprabon karena tidak berhasil memanajemen konflik yang terjadi pada awal reformasi tahun 1998. Upayanya untuk menjadi pandito juga tidak berhasil kerena sampai akhir hayatnya ia selalu diguncang konflik oleh sebagian rakyat yang merasakan penderitaan karena tirani pada masa kepemimpinnanya.
Kualitas dan kuantitas konflik yang terjadi di Indonesia pada masa mendatang cenderung meningkat. Kecenderungan ini pertama karena berkembangnya masyarakat madai atau masyarakat sipil. Masyarakat sipil memperdayakan warga Negara terhadap pemerintah. Warga Negara bukan lagi objek pemerintah, tetapi subjek yang harus menentukan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah ada untuk melayani warga Negara, bukan warga Negara untuk melayani pemerintah. Sering kali terjadi ketimpangan antara kehendak rakyat dan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang terpilih. Ketimpangan ini menyebabkan terjadinya konflik antara rakyat dan pemerintah.
Masyarakat madani menciptakan berbagai lembaga swadaya msayarakat (LSM) atau non-government organization (NGO) yang berupaya membela korban pelanggaran hak-hak asasi anggota nasyarajat oleh pemerintah dan oleh kelompok anggota masyarakat lainnya. LSM juga memperjuangkan konservasi lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat yang sering mengalami konflik dengan perusahaan dan pemerintah. Meskipun demikan, selain LSM yang didirikan untuk membela hak asasi masyarakat, ada juga LSM yang didirikan sebagai alat untuk menghidupi para pengurusnya, dengan mengumpulkan berbagai bantuan dana, baik dalam maupun dari luar negeri.
Konflik juga cenderung meningkat karena masyarakat Indonesia belum siap untuk berdemokrasi. Pemilihan langsung presiden, anggota dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia, dan dewan perwakilan rakyat daerah, gubernur, bupati, dan walikota sering menimbulkan konflik. Kandidat yang kalah dalam pemilihan langsung, menyatakan pemilihan tidak dilakukan secara jujur dan adil, ataupun menyaratakan adanya kecurangan dalam pemilihan. Pemimpin seperti ini menggerahkan pendukungnya untuk berdemonstrasi yang sering bersifat destruktif. Masa kandidat yang kalah dapat berhadapan dengan massa kandidat yang menang atau aparat kepolisian sehingga terjadi konflik fisik. Penyebab konflik horizontal ini karena sebagian pemimpin dan para pengikut bulum siap untuk menerima kekalahan dalam pemilihan langsung.
Lanjutka halaman
Bagian Satu
Bagian Dua
0 komentar:
Post a Comment